Wednesday, July 11, 2018

Kecantikan Luhur Perempuan Long Neck Karen Village

Kecantikan Luhur Perempuan
[caption id="attachment_398318" align="aligncenter" width="512" caption="dok.pribadi"][/caption]

Hampir semua perempuan ingin tampil manis, bahkan beberapa perempuan melakukan operasi plastik untuk tampil manis, lihat pemilihan Putri Indonesia atau Miss Indonesia, semua tampil manis serta dagi,  akan namun tidak bagi perempuan-perempuan keturunan Burma (Myanmar), yang tinggal pada Long Neck Karen Village, Chiang Rai, Thailand.  Mencapai pemukiman ini mampu melalui Chiang Rai, Provinsi paling utara Thailand, Chiang Rai sebesar 11.879 km.sq,  yang adalah provinsi perbatasan Thailand, Myanmar serta Laos. Jarak tempuh berasal Bangkok sekitar 830 km atau 180 km berasal Chiang Mai.

Kampung ini sudah ada sejak 20 tahun yang kemudian pada Thailand menggunakan lebih berasal 200 penduduk, keturunan Burma ini hayati pada 5 desa pada pegunungan, yang terdiri berasal Suku Akha, Iu Mien (Yao), Lahu (Muser), Palong (Beranting akbar) serta Kayan (Leher Panjang) yang seringkali disebut Long Neck Karen.

[caption id="attachment_398314" align="aligncenter" width="300" caption="Long Neck Karen Village (dok.pribadi)"]

[/caption]

CHIANG RAI

Ada dua cara mencapai Long Neck Karen Village, jikalau berasal Bangkok usahakan eksklusif ke Chiang Rai menggunakan pesawat sekitar 1,5 jam, atau berasal Chiang Mai naik Bus sekitar tiga jam, porto pesawat berasal Bangkok ke Chiang Rai sekitar THB 1,500 ke Chiang Mai sekitar THB 1.000, menggunakan nilai tukar rupiah THB 1 = IDR 271 ketika ini. Setelah itu usahakan ikut wisata lokal baik berasal Chiang Mai atau Chiang Rai, sebab jatuhnya lebih murah daripada ngebolang sendiri, selain itu wisatawan akan diantar jua ke lokasi perbatas Golden Triangle serta mengarungi sungai Mekong. Karena jikalau jalan sendiri untuk masuk ke Long Neck Karen Village pada charge THB 300, jua pada Golden Triangle pada charge THB 300, jikalau tidak ikut travel.

Sebagai citra wisata berasal Chiang Mai ke Long Neck Karen - Golden Triangle sekitar THB 1200, itu sudah termasuk wisata ke White Temple,  ke Mae Sae hingga menyebrang ke Laos melalui sungai Mekong plus bufee makan siang, berangkat jam 07.00 pagi serta tiba 09.00 malam pada Chiang Mai.  Harga ini termasuk murah dibanding booking via online berasal Indonesia THB 1.000 akan namun masih harus bayar THB 300 ke Long Neck Karen Village serta THB 300 ke Golden Triangle. Tentunya porto lebih murah andai saja wisata berasal Chiang Rai, sebab berasal Chiang Rai sekitar 1 jam ke White Temple atau  dua jam ke Long Neck Karen.

Secara historis Chiang Rai didirikan pada 1262 sang Raja Mengrai Besar, menjadi  menjadi ibukota Kerajaan Lanna serta kemudian ditaklukkan sang Burma (sekarang Myanmar), namun pada 1876 Chiang Rai menjadi daerah Thailand. Itu dinyatakan menjadi provinsi pada masa pemerintahan Raja Rama VII pada 1910. Karena secara geografis terletak diujung utara Thailand, maka kota Mae Sae artinya kota terujung utara provinsi ini terpisahkan sungai Mekong menggunakan negara Myanmar serta Laos, dimana perbatasannya disebut Golden Triangle, dimana dahulu kala sepanjang sungai Mekong artinya kebun ganja.

GIRAFFE WOMEN

[caption id="attachment_398325" align="aligncenter" width="300" caption="dok.pribadi"]

[/caption]

Perempuan-perempuan Long Neck Karen disebut "giraffe woman" mengelitik rasa kemanusian serta kesetaraan gender, bagaimana tidak, menjadi seorang perempuan atau anak dilahirkan menjadi perempuan sejak balita sudah dikalungi cincin melingkari leher serta kakinya yang dilarang dilepas, serta dibawa dikehidupan sehari-hari bahkan hingga tidur. Secara otomatias, kaki mereka sangat kecil serta tentunya berjalan sangat lambat, serta menggunakan leher yang panjang mirip jerapah, akan sulit untuk makan minum serta tidur.

[caption id="attachment_398323" align="aligncenter" width="300" caption="dok pribadi"]

[/caption]

Menurut legenda mereka bahwa cincin kuningan melindungi perempuan-perempuan  itu dulunya berasal gigitan harimau. Cincin tembaga yang dikenakan pada lengan serta kaki mungkin berat sekitar 30 kg, menggunakan pemberian cincin berulang-ulang serta pada ketika tertentu seiring pertumbuhan tubuhnya maka cincin tersebut dibubuhi, hingga pada ketika tua cincin itu tidak dibubuhi. Tetapi sebenarnya alasan politisnya artinya untuk menjaga indentitas individu serta kesukuan.

Konon jaman dulu, perempuan-perempuan keturunan Burma ini populer menggunakan kecantikannya menggunakan kulitnya yang kuning halus serta rambut hitam tergerai, serta pada ketika terjadi peperangan antar suku, maka perempuan-perempuan ini selalu diambil atau diculik sang lawan suku mereka sebab kecantikannya untuk dijadikan budak nafsu lawan mereka. Untuk menjaga kelestarian kesukuan mereka,  agar suku itu tidak hancur serta tidak dibawa lari suku yang lain, maka diwajibkan anak perempuan yang labhir disuku itu dikalungi cincin ke leher serta kakinya.

DEVISA HIDUP

[caption id="attachment_398324" align="aligncenter" width="300" caption="dok.pribadi"]

[/caption]

Pemukiman yang masih terpelihara keunikan serta kekunoannya, tetap dipelihara pemerintah Thailand serta menjadi komoditi wisata. Setiap hari ribuan wisatawan manca negara datang ke pemukiman mereka, sudah tentu menjadi devisa hayati bagi negara Thailand, namun pendapatan wisata itu kelihatannya tidak menghipnotis menggunakan kehidupan mereka yang bercocok tanam serta pembuat kerajinan tangan. Dengan istilah lain pendapatan itu semata untuk laba pemerintahan Thailand, akan namun tidak dirasakan suku ini.

Hal ini terlihat tidak adanya fasilitas apapun untuk penduduk setempat serta kehidupan mereka jauh berasal hayati sejahterah. Untuk mendapatkan uang, maka para perempuan mengerjakan pernak-pernik hiasan kerajinan tangan untuk pada jual. Dan sesungguhnya perempuan-perempuan ini sangat manis menggunakan kulit mulus pipi bersembur merah alami. Para laki-laki hanya beternak serta bercocok tanam menggunakan alat tani serta ternak seadanya.

KECANTIKAN LUHUR

[caption id="attachment_398319" align="aligncenter" width="300" caption="dok.pribadi"]

[/caption]

Perempuan identik menggunakan kecantikan serta keindahan, namun relakah perempuan-perempuan pada belahan bumi lain membarui kecantikan mereka menggunakan keabadian adat istiadat? Menjadi manis artinya bantuan perdeo, namun jikalau kecantikan itu membuahkan malapetaka, apakah kecantikan itu masih harus terus dipelihara?

Sulit menjadi perempuan yang terpaksa harus terpaku menggunakan adat istiadat menggunakan melepaskan keegoan diri menjadi perempuan. Ingat arti istilah perempuan yaitu yang diempukan, artinya yang dihormati serta dijunjung tinggi. Bagi perempuan bangsa lain menjadi perempuan keturunan Burma adalah penderitaan tiada akhir, namun tidak bagi perempuan Long Neck Karen, sebab kecantikan mereka tidak lebih krusial berasal  menjaga kelangsungan kehidupan suku mereka berasal kepunahan.

[caption id="attachment_398321" align="alignnone" width="640" caption="dok.pribadi"]

[/caption]

No comments:

Post a Comment