Saya memang belum usang berkecimpung dalam global estetis medis, belum hingga setahun. Tetapi dari pengalaman aku yg belum poly ini, ada beberapa pasien yg sebagai perhatian aku, bukan lantaran konflik kecantikan mereka yg menarik tetapi lantaran fenomena kedatangan mereka ke klinik kecantikan yg menurut aku cukup unik.
"Dok, tolong ini jerawat aku disuntik dulu dok! Malu aku kalau ketemu orang."
"Bu, jerawatnya lho cuma 1, mungil jua."
"Aduh dok, nanti diomongin sama teman-teman aku."
Pasien ini cukup seringkali tiba meminta untuk disuntik jerawatnya agar cepat hilang. Ya, selalu bareng alasan lantaran memproduksi malu sebagai pembicaraan teman-temannya lantaran jerawatnya itu. Memang bukan dilema akbar, aku injeksi saja jerawatnya sinkron keinginannya. Saya tidak memahami jua apa yg sebenarnya dikatakan oleh teman-temannya, tetapi aku jadi bertanya-tanya, bila urusan sekecil jerawat saja sudah memproduksi beliau kebakaran jenggot, bagaimana bareng dilema lainnya yg lebih akbar.
Sehebat itukah bullying dari teman-temannya? Atau serendah itukah kepercayaan dirinya? Tidak hingga bulan depan, beliau sudah tiba lagi lantaran setitik mungil bintik yg menurut beliau akan berkembang sebagai jerawat.
Lain lagi bareng pasien aku berikutnya. Tampilannya sederhana & hanya sekali waktu ketika saja tiba ke klinik. Setiap kali beliau tiba, selalu menghabiskan biaya perawatan yg istimewa, bisa hingga belasan juta untuk 1 kali kunjungan, tidak sporadis untuk tindakan-tindakan yg gak perlu misalnya contohnya: tanam benang padahal baru 1 bulan sebelumnya tanam benang. Yang menarik perhatian aku artinya beliau selalu sedang bertengkar bareng suaminya ketika tiba ke klinik.
Selagi perawatan badan atau paras atau rambut atau tindakan medis selalu ada rentetan telepon bernada pertengkaran bareng suaminya atau bareng orang lain untuk mengungkapkan suaminya. Tidak sporadis beliau curhat bareng terapis soal suaminya.
Saya berpikir positif saja, mungkin beliau butuh menyingkir untuk sementara dari suasana tempat tinggal yg sedang tidak lumrah, butuh merilekskan tubuh & pikiran untuk bisa berpikir jernih. Tetapi tidak bisa dipungkiri aku bertanya-tanya jua, apa betul hanya itu yg beliau butuhkan?
Tidak misalnya dalam puskesmas atau RS dalam mana sebagian akbar pasien tiba bareng keluhan medis yg nyata, pasien yg tiba ke klinik kecantikan sebagian akbar tiba bareng keluhan yg agak. Jerawat yg poly padahal hanya beberapa biji saja, kulit yg hitam padahal masih tergolong kuning langsat, flek tebal dalam paras padahal hanya bekas jerawat yg sudah mulai memudar.
Cukup poly pasien yg tiba bareng pandangan yg keliru perihal dirinya sendiri & cukup sulit untuk meyakinkan pasien misalnya ini bahwa sebenarnya tidak ada yg perlu dikhawatirkan perihal dirinya.
Saya pernah menerima cerita dari rekan sejawat yg sama-sama bekerja dalam bidang estetis medis. Beliau punya pasien berusia 14 tahun yg sangat rajin tiba ke kliniknya & perawatan yg dilakukan sangat hiperbola untuk remaja seusia beliau. Dia memang sebagai sangat anggun & bahkan tampak lebih dewasa dari usia sebenarnya berkat sekian poly perawatan ekstrem yg beliau lakukan. Dia sudah melakukan hampir semua treatment yg ada dalam klinik teman aku tersebut, tetapi selalu saja masih tiba bareng keluhan & asa yg baru.
Apa yg wajib kita lakukan untuk pasien misalnya ini? Pasti ada penyebabnya mengapa beliau tidak selaras dari remaja 14 tahun lainnya.
Memang persentase pasien misalnya ini tidak poly, sebagian akbar pasien tetap tiba bareng keluhan yg nyata & perlu mendapatkan perawatan yg sinkron. Juga lain halnya bila kebutuhan sebagai anggun & terawat bekerjasama bareng pekerjaan & sebagai aset tersendiri yg menunjang pendapatan seseorang. Tetapi bila tidak ada kebutuhan yg signifikan, aku jadi bertanya apakah mereka tidak keliru alamat? Mungkinkah mereka menerka klinik kecantikan ini mampu menyelesaikan konflik mereka?
Saya tidak memahami apa konflik mereka sesungguhnya tetapi aku memahami permasalahannya bukan estetis medis & tidak bisa diatasi dalam klinik kecantikan. Bisa jadi sebenarnya lebih tepat bagi mereka untuk pergi ke pengajar agama atau pembimbing rohani atau psikolog.
Secara eksklusif aku ingin sekali membantu mereka sinkron keahlian aku tetapi aku jua tidak ingin sebagai pihak yg terus menyuapi mereka bareng hal-hal fana yg tidak bisa mengisi kekosongan hati mereka. Ini misalnya menuang garam ke bahari. Rongga dalam hati tidak bisa diisi bareng hal-hal superfisial misalnya kecantikan fisik. Tetapi hingga sekarang aku jua masih belum memahami bagaimana caranya mengarahkan pasien ke alamat yg betul.
Advertisement
Artikel Bermanfaat & Menghibur Lainnya
Tuhan Tak Pernah Salah Alamat, Bertahanlah
5 Trik Memilih Klinik Kecantikan yg Bagus & Menghemat Budget
Fakta Baru Menyebutkan, Ternyata Mencuci Wajah Pakai Sabun Aja Nggak Cukup. Ini Penjelasannya!
Cara Berhenti dari Produk Klinik Kecantikan & Menetralkan Kulit Wajah Kembali
8 Tahapan Facial A La Rumahan yg Bikin Kulitmu Sehalus Hasil Perawatan dalam Klinik Kecantikan
No comments:
Post a Comment